Stres merupakan suatu pengalaman
emosional negatif yang disertai dengan perubahan biokimia, fisiologi, kognitif
dan perilaku yang dapat diramalkan dimana diarahkan baik terhadap usaha untuk
mengubah kejadian stres ataupun mengakomodasikan efek dari stres tersebut (Taylor,
2009). Stres menyatakan dirinya dalam bentuk penolakan, ketegangan, frustrasi
ataupun interupsi pada keseimbangan fisiologis dan psikologis. Stres juga dapat
diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai
suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan
atau penghalang (Robbins, 2001). Sedangkan menurut Hans Selye, stres adalah
respon tubuh yang tidak spesifik terhadap apapun permintaan untuk perubahan
(Taylor, 2009)
Fisiologi Stres
Sistem stres manusia terdiri dari hypothalamic-pituitary-adrenal
(HPA) axis dan sistem saraf simpatik (Tsatsoulis et al. 2006). Kedua sistem ini
bekerja secara koordinasi untuk memberi respon "fight or flight"terhadap
anggapan ancaman. Respon tersebut dapat mengajukan peningkatan tekanan arteri, perpindahan
darah dari visceral ke otot aktif dan otak, peningkatan kadar metabolisme selular,
peningkatan glikolisis, peningkatan kekuatan otot, peningkatan aktivasi mental
dan peningkatan kadar koagulasi darah (Guyton, 2006).
Tubuh manusia memberi respon-respon tersebut karena
terjadinya pembebasan neurotransmiter dan hormon-hormon yang khusus HPA axis
bertanggung jawab untuk mengaktivasi pelepasan glucocoticoids, di mana 95%
dalam bentuk kortisol (juga dikenali sebagai hydrocortisone) dari korteks
adrenal (Guyton, 2006). Efek dari kortisol adalah mobilisasi protein dari otot
dan asam lemak yang berasal dari adipose, peningkatan lemak di hepar, dan juga
sebagai suatu respon anti-inflamasi (Guyton, 2006).
Sistem saraf simpatis bertanggung jawab untuk menstimulasi
simpatis baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu dengan aktivasi
pelepasan catecholamines dari medula adrenal (Guyton, 2006). Seperti epinefrin
dan non-epinefrin, hormon ini juga memberi efek kepada organ target dengan cara
yang sama yaitu peningkatan nadi
jantung, inhibisi fungsi sistem pencernaan,dilatasi pupil dan respon lain yang
berkaitan dengan aktivasi simpatis (Guyton, 2006). Kedua cabang simpatis dan
parasimpatis sistem saraf otonom diaktivasi secara terus-berterusan dan kronis
akan menyebabkan terjadinya degenerasi dan disfungsi.
Jika stres tersebut bersifat kronis, bahan kimia
termasuk neurotransmiter dan hormon akan menetapdi aliran darah. Stres yang berkepanjangan
boleh menyebabkan nyeri kepala,penurunan fungsi sistem imun, lelah, kelainan jantung,
depresi dan gangguan mental emosionalyang lain (Carruthers, 2006).
Komentar
Posting Komentar